MAKALAH KEPERAWATAN PERKEMIHAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN OTHER URINARY TRACT DISORDERS
(HYPOSPADIA/EPISPADIA)
Oleh
:
Kelompok
3 Kelas A1
1. Yessy
Dian Anggraini 131311133014
2. Sri
Kurniawati 131311133017
3. Nourma
Aulia Ulfa 131311133045
4. Marita
Selvia 131311133060
5. Dewi
Permata Lestari 131311133075
6. Lady
Claudinie 131311133081
7. Medho
Patria H. 131311133126
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2016
Kata Pengantar
Puji
syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, serta
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan karya tulis berbentuk makalah
yang berjudul Asuhan Keperawatan Pada
Klien Dengan Other Urinary Tract
Disorders (Hypospadia/Epispadia) pada mata kuliah Keperawatan Perkemihan dengan
lancar dan sesuai waktu yang telah ditentukan.
Untuk itulah kami mengucapkan terima kasih
kepada Ibu Praba Diyan R.,S.Kep.,Ns., M.Kep yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan makalah ini. Dan teman-teman mahasiswa yang memberikan
konstribusinya baik secara langsung maupun tidak dalam pembuatan makalah ini.
Semoga
makalah ini dapat menjadi bahan bacaan yang bermanfaat bagi kita semua. Kami
menyadari dengan segala keterbatasan yang dimiliki. Kami sangat berterima kasih
apabila ada pihak–pihak yang berkenan memberikan kritik dan saran pada makalah
ini.
Surabaya, Maret 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
Judul....................................................................................................................... i
Kata
Pengantar...................................................................................................................... ii
Daftar
Isi................................................................................................................................ iii
BAB
I Pendahuluan.............................................................................................................. 1
1. 1Latar
Belakang........................................................................................................... 1
1. 2Rumusan
Masalah...................................................................................................... 1
1. 3Tujuan........................................................................................................................ 2
1.3.1
Tujuan Umum.................................................................................... 2
1.3.2
Tujuan Khusus................................................................................... 2
BAB
II Tinjauan Pustaka...................................................................................................... 4
2.1 Definisi
hipospadia/epispadia.................................................................................. 4
2.2 Klasifikasi
hipospadia/epispadia.............................................................................. 5
2.3 Etiologi
hipospadia/epispadia.................................................................................. 6
2.4 Patofisiologi
hipospadia/epispadia.......................................................................... 7
2.5 Manifestasi
Klinis hipospadia/epispadia.................................................................. 8
2.6 Pemeriksaan
Diagnostik hipospadia/epispadia........................................................ 10
2.7 Penatalaksanaan
hipospadia/epispadia.................................................................... 10
2.8 Komplikasi
hipospadia/epispadia............................................................................ 11
2.9 Prognosis
hipospadia/epispadia............................................................................... 13
2.10 WOC
hipospadia/epispadia..................................................................................... 14
BAB
III Asuhan Keperawatan
3.1 Asuhan Keperawatan Umum................................................................................... 15
Daftar
Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1Latar Belakang
Hipospadia
terjadi pada 1 dalam 300 kelahiran anak laki-laki dan merupakan anormali penis
yang paling sering. Perkembangan uretra in uretro di mulai usia 8 minggu dan
selesai dalam 15 minggu. Uretra terbentuk dari penyatuan lipatan uretra
sepanjang permukaan ventral penis. Glandula uretra terbentuk dari kanalisasi
funikulus ektoderm yang tumbuh melalui glands untuk menyatu dengan lipatan
uretra yang menyatu. Hipospadia terjadi bila penyatuan di garis tengah lipatan
uretra tidak lengkap sehingga meatus uretra terbuka pada sisi ventral penis.
Ada berbagai derajat kelainan letak ini seperti pada glandular (letak meatus
yang salah pada glands), korona (pada sulkus korona), penis (di sepanjang
batang penis), penoskrotal (pada pertemuan ventra penis dan skrotum), dan
perineal (pada perineum). Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan menyerupai
topi yang menutupi sisi dorsal glans. Pita jaringan fibrosa yang di kenal
sebagai chordee, pada sisi ventral menyebabkan kurvatura
(lengkungan) ventral dari penis.
Penanganan
hipospadia dengan chordee adalah dengan pelepasan chordee dan
resrtukturisasi lubang meatus melalui pembedahan. Pembedahan harus di lakukan
sebelum usia saat belajar untuk menahan berkemih, yaitu biasanya sekitar usia 2
tahun. Prepusium dipakai untuk proses rekonstruksi. Oleh karena itu bayi dengan
hipospadia tidak boleh di sirkumsisi. Chordee dapat juga terjadi
tanpa hipospadia, dan diatasi dengan melepaskan jaringan fibrosa untuk
memperbaiki fungsi dan penampilan penis.
Epispadia
adalah suatu anomali kongenital yaitu meatus uretra terletak pada permukaan
dorsal penis. Insiden epispadia yang lengkap sekitar 1 dalam 120.000 laki-laki.
Keadaan ini biasanya tidak terjadi sendirian, tetapi juga disertai anomali
saluran kemih. Inkontinensia urine timbul pada epispadia penopubis (95%) dan
penis (75%) karena perkembangan yang salah dari spingter urinarius. Perbaikan
dengan pembedahan dilakukan untuk memperbaiki inkontinensia, memperluas uretra
ke glans. Prepusium digunakan dalam proses rekonstruksi, sehingga bayi baru
lahir dengan epispadia tidak boleh di sirkumsisi. Pada epispadia, meatus uretra
tidak meluas ke ujung penis karena tidak adanya dinding dorsal uretra. Pada
kedua keadaan tersebut, derajat rekonstruksi uretra yang dibutuhkan bergantung
pada letak lubang uretra di batang penis. Rekonstruksi uretra dapat dilakukan
dengan menggunakan selubung kulit yang ditanam, flap kulit,
atau tandar bebas. Selama penyembuhan pengeluaran urine biasanya dialihkan.
1. 2Rumusan Masalah
1. Apakah
definisi dari hipospadia/epispadia?
2. Apakah
klasifikasi dari hipospadia/epispadia?
3. Apakah
etiologi dari hipospadia/epispadia?
4. Apakah
patofisiologi hipospadia/epispadia?
5. Apakah
manifestasi klinis hipospadia/epispadia?
6. Apakah
macam-macam pemeriksaan diagnostik dari hipospadia/epispadia?
7. Bagaimanakah
penatalaksanaan pada pasien hipospadia/epispadia?
8. Apakah
komplikasi dari hipospadia/epispadia?
9. Apakah
prognosis dari hipospadia/epispadia?
10. Bagaimana
WOC dari hipospadia/epispadia?
11. Bagaimana
asuhan keperawatan dari hipospadia/epispadia?
1. 3Tujuan
1. 3. 1
Tujuan
Umum
Setelah
proses perkuliahan keperawatan perkemihan diharapkan
mahasiswa mampu mengetahui mengenai konsep asuhan keperawatan pada pasien
dengan hipospadia/epispadia
1. 3. 2
Tujuan
Khusus
1.
Menjelaskan
definisi dari hipospadia/epispadia
2.
Menjelaskan
klasifikasi dari hipospadia/epispadia
3.
Menjelaskan
etiologi/ faktor pencetus dari hipospadia/epispadia
4.
Menjelaskan
manifestasi klinis dari hipospadia/epispadia.
5.
Menjelaskan
patofisiologi hipospadia/epispadia
6.
Menjelaskan
pemeriksaan diagnostik pada hipospadia/epispadia
7.
Menjelaskan
penatalaksanaan klien dengan hipospadia/epispadia
8.
Menjelaskan
prognosis dari hipospadia/epispadia
9.
Menjelaskan
komplikasi dari hipospadia/epispadia
10. Menjelaskan WOC dari hipospadia/epispadia
11. Menjelaskan asuhan keperawatan dari
hipospadia/epispadia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
A. Hipospadia
Hipospadia
adalah suatu keadaan abnormal dari perkembangan uretra anterior dimana meatus
uretra eksterna terletak di bagian ventral dan letaknya lebih proksimal dari
letak yang normal dan disertai adanya firosis pada bagian distal MUE yang
menyebabkan bengkoknya penis (chordae).
Hipospadia
adalah suatu keadaan dimana terjadi hambatan penutupan uretra penis pada
kehamilan miggu ke 10 sampai ke 14 yang mengakibatkan orifisium uretra
tertinggal disuatu tempat dibagian ventral penis antara skrotum dan glans
penis.
Hipospadia
terjadi pada satu sampai tiga per 1000 kelahiran dan merupakan anomaly penis
yang paling sering. Hipospadia adalah congenital anomali yang mana uretra
bermuara pada sisi bawah penis atau perineum. (Suriadi, 2001)
Hipospadia adalah suatu keadaan dengan lubang uretra terdapat
padapenis bagian bawah,
bukan diujung penis.
Beratnya hipospadi bervariasi,
kebanyakan lubang uretra terletak didekat ujung penis yaitupada glans
penis. Bentuk hipospadia
yang lebih berat
terjadi jikaluubang uretra
terdapat ditengah batang penis atau pada pangkal penis,dan kadang pada skrotum
atau dibawah skrotum. Kelainan ini sering berhubungan kordi, yaitu suatu jaringan vibrosa yang kencang yang menyebabkan penis
melengkung kebawah saat ereksi. (Muslihatum, 2010)
Beratnya
hipospadia bervariasi, kebanyakan lubang uretra terletak didekat ujung penis
yaitu pada glans penis. Bentuk hipospadia yang lebih berat terjadi jika luubang
uretra terdapat ditengah batang penis atau pada pangkal penis, dan kadang pada
skrotum atau dibawah skrotum.
B. Epispadia
Epispadia
adalah suatu anormali kongenital yaitu meatus uretra terletak pada permukaan
dorsal penis.
Epispadia
adalah suatu kelainan bawaan pada bayi laki-laki, dimana lubang uretra terdapat
di bagian punggung penis atau uretra tidak berbentuk tabung, tetapi terbuka.
Epispadia
merupakan kelainan kongenital berupa tidak adanya dinding uretra bagian atas.
Kelainan ini terjadi pada laki-laki
maupun perempuan, tetapi lebih sering dialami oleh laki-laki. Ditandai dengan
adanya lubang uretra disuatu tempat pada permukaan dorsum penis. (Kamus Saku
Kedokteran DORLAN, 2011)
2.2 Klasifikasi
A. Hipospadia
Hipospadia
dibagi menjadi beberapa tipe menurut letak orifisium uretra eksternum yaitu
sebahai berikut:
1.
Tipe
sederhana adalah tipe grandula, meatus terletak pada pangkal glans penis. Pada
kelainan ini secara klinis umumnya bersifat asimtomatik
2.
Tipe
penil, meatus terletak antara glans penis dan skortum
3.
Tipe
penoskrotal dan tipe perineal, kelainan cukup besar, umumnya pertumbuhan penis akan
terganggu
Gb.1 Hipospadia berdasarkan letak orifisium uretra
Tipe hipospadia berdasarkan
letak muara uretra (Basuki, 2011) :
1. Anterior
: Tipe glandural, tipe coronal
2. Middle :
penile
3. Posterior
: penoscrotal, scrotal, perineal
Gb.2 Hipospadia
berdasarkan letak muara uretra
B. Epispadia
Epispadia dibagi
ke dalam tiga bentuk tergantung pada posisi meatus
kemih, yaitu :
1. Balanica atau epispadias kelenjar
Malformasi terbatas pada kelenjar, meatus terletak pada
permukaan, alur dari meatus di puncak kepala penis. Ini adalah jenis epispadias
jarang dan lebih mudah diperbaiki.
2. Epispadia
penis
Derajat pemendekan
lebih besar dengan meatus uretra terletak di titik variabel antara kelenjar dan
simfisis pubis.
3. Penopubica epispadias
Varian yang lebih parah
dan lebih sering. Uretra terbuka sepanjang perpanjangan seluruh hingga leher
kandung kemih yang lebar dan pendek.
2.3 Etiologi
Menurut
Basuki (2011), etiologi hipospadia dan epispadia yaitu :
1. Faktor
Genetik
Terjadi karena gagalnya
sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena mutasi pada gen yang mengode
sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi.
2. Faktor
Hormon
Hormone yang dimaksud
di sini adalah hormone androgen yang mengatur organogenesis kelamin (pria).
Atau bias juga karena reseptor hormone androgennya sendiri di dalam tubuh yang
kurang atau tidak ada. Sehingga walaupun hormone androgen sendiri telah
terbentuk cukup akan tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan
memberikan suatu efek yang semestinya. Atau enzim yang berperan dalam sintesis
hormone androgen tidak mencukupi pun akan berdampak sama.
3. Lingkungan
Biasanya faktor
lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang bersifat teratogenik
yang dapat mengakibatkan mutasi.
4. Embriologi
Secara embriologis
hipospadia disebabkan oleh sebuah kondisi dimana bagian ventral lekuk uretra
gagal untuk menutup dengan sempurna.Diferensiasi uretra bergantung pada hormone
androgen Dihidrotestosteron (DHT) dengan kata lain hipospadia dapat disebabkan
oleh defisiensi produk testosterone, konversi testosterone menjadi DHT yang
tidak adequate, atau defisiensi local pada hormone androgen. (Heffner, 2005)
2.4 Patofisiologi
A. Hipospadia
Hipospadia
merupakan cacat bawaan yang diperkirakan terjadi pada masa embrio selama
perkembangan uretra, dari kehamilan 8-20 minggu. Hipospadia di mana lubang uretra terletak
pada perbatasan penis dan skortum, ini dapat berkaitan dengan chordee
kongenital. Paling umum pada hipospadia adalah lubang uretra bermuara pada
tempat frenum, frenumnya tidak berbentuk, tempat normalnya meatus urinarius di
tandai pada glans penis sebagai celah
buntuh. Penyebab dari Hipospadia belum diketahui secara jelas dan dapat
dihubungkan dengan faktor genetik dan pengaruh Hormonal. Pada usia gestasi
Minggu ke VI kehamilan terjadi pembentukan genital, pada Minggu ke VII terjadi
agenesis pada mesoderm sehingga genital tubercel tidak terbentuk, bila genital
fold gagal bersatu diatas sinus urogenital maka akan timbul Hipospadia.
Pada
embrio berumur 2 minggu, baru terdapat dua lapisan ektoderm dan entoderm. Baru
kemudian terbentuk lekukan di tengah-tengah yaitu mesoderm yang kemudian
bermigrasi ke perifer, yang memisahkan ektoderm dan entoderm. Di bagian kaudal
ektoderm dan entoderm tetap bersatu membentuk membrana kloaka. Pada permulaan
minggu ke 6, terbentuk tonjolan antara umbilical cord dan tail yang disebut
genital tuberkel. Dibawahnya pada garis tengah terbentuk lekukan dimana bagian
lateralnya ada dua lipatan memanjang yang disebut genital fold. Selama minggu
ke 7, genital tuberkel akan memanjang dan membentuk glans. Ini adalah bentuk
primordial dari penis bila embrio adalah laki-laki. Bila wanita akan menjadi
klitoris. (Mary. 2005)
Perkembangan
uretra dalam utero dimulai sekitar usia 8 minggu dan selesai dalam 15 minggu,
uretra terbentuk dari penyatuan lipatan uretra sepanjang permukaan ventral
penis. Glandula uretra terbentuk dari kanalisasi furikulus ektoderm yang tumbuh
melalui glands untuk menyatu dengan lipatan uretra yang menyatu. Hipospadia
terjadi bila penyatuan digaris tengah lipatan uretra tidak lengkap sehingga
meatus uretra terbuka tidak pada ujung penis. Pita jaringan fibrosa yang
dikenal sebagai chordee, menyebabkan lengkungan (kurvatura) pada penis. Pada
orang dewasa, chordee tersebut akan menghalangi hubungan seksual, infertilisasi
(hipospadia penoskrota atau perineal), menyebabkan stenosis meatus sehingga
mengalami kesulitan dalam mengatur aliran urine dan sering terjadi
kriptorkidisme.
B. Epispadia
Epispadia
terjadi karena tidak lengkapnya perkembangan uretra dalam utero. Pada anak
laki-laki yang terkena, penis biasanya luas, dipersingkat dan melengkung ke
arah perut (chordee dorsal). Pada anak laki-laki normal, meatus terletak di
ujung penis, namun anak laki-laki dengan epispadia, terletak di atas penis.
Dari posisi yang abnormal ke ujung, penis dibagi dan dibuka, membentuk selokan.
Epispadia digambarkan seolah-olah pisau dimasukkan ke meatus normal dan kulit
dilucuti di bagian atas penis. Klasifikasi epispadias didasarkan pada lokasi
meatus pada penis. Hal ini dapat diposisikan pada kepala penis (glanular), di
sepanjang batang penis (penis) atau dekat tulang kemaluan (penopubic). Posisi
meatus penting dalam hal itu memprediksi sejauh mana kandung kemih dapat
menyimpan urin (kontinensia). Semakin dekat meatus (dasar atas penis), semakin
besar kemungkinan kandung kemih tidak akan menahan kencing.
Dalam
kebanyakan kasus epispadia penopubic, tulang panggul tidak tumbuh bersama-sama
di depan. Dalam situasi ini, leher kandung kemih tidak dapat menutup sepenuhnya
dan hasilnya adalah kebocoran urin. Kebanyakan anak laki-laki dengan epispadi
penopubic dan sekitar dua pertiga dari mereka dengan epispadias penis memiliki inkontinensia
urin stres (misalnya dengan batuk atau aktivitas yang berat). Pada akhirnya,
mereka mungkin membutuhkan bedah rekonstruksi pada leher kandung kemih. Hampir
semua anak laki-laki dengan epispadias glanular memiliki leher kandung kemih
yang baik. Mereka dapat menahan kencing dan melatih BAK normal. Namun, kelainan
penis (membungkuk ke atas dan pembukaan abnormal) masih memerlukan operasi
perbaikan.
Epispadias
jauh lebih jarang pada anak perempuan, dengan hanya satu dari 565.000. Mereka
yang terpengaruh memiliki tulang kemaluan yang dipisahkan dengan berbagai
derajat. Hal ini menyebabkan klitoris tidak menyatu selama perkembangan,
sehingga menjadi dua bagian klitoris. Selanjutnya, leher kandung kemih hampir
selalu terpengaruh. Akibatnya, anak perempuan dengan epispadias selalu inkontinensia
urin stres (misalnya dengan batuk atau melakukan aktivitas yang berat).
Untungnya, dalam banyak kasus, perawatan bedah dini dapat menyelesaikan masalah
ini.
2.5 Manifestasi Klinis
A. Hipospadia
a. Jika
berkemih, anak harus duduk.
b. Pembukaan
uretra di lokasi selain ujung penis
c. Penis
tampak seperti berbalut karena adanya kelainan pada kulit depan penis
d. Penis
melengkung ke bawah
e. Lubang
penis tidak terdapat di ujung penis, tetapi berada di bawah atau di dasar penis
f. Semprotan
air seni yang keluar abnormal
B. Epispadia
a. Lubang
uretra terdapat di punggung penis
b. Lubang
uretra terdapat di sepanjang punggung penis.
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik pada hipospadia
lebih sering dilakukan dan jelas terlihat pada pemeriksaan fisik. Tidak ada tes
rutin lainnya. Pemeriksan fisik pada bayi baru lahir atau bayi. Pemeriksaan
yang menyeluruh serta pemeriksaan kromosom perlu dilakukan karena keainan lain
dapat menyertai hipospadia dan epispadia (Corwin, 2009). Hanya sedikit
penderita hipospadia berat yang mungkin mengalami abnormalitas pada genitalia.
Bagaimanapun, tes kromosom CT scan pada genitalia dapat mempercepat penemuan
dan mencegah komplikasi jika sindrom lain sering dirasakan. Pemeriksaan lain
yang dapat dilakukan adalah USG pelvis, MRI, Sistogram mikturasi, kultur urin,
sistografi, dan BNO-IVP. Pemeriksaan BNO-IVP dilakukan karena biasanya pada
hipospadia diisertai dengan kelainan kongenital ginjal.
2.7 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan
Medis
Beberapa
abnormalitas hipospadia sangat sedikit sehingga tidak banyak hal yang
dilakukan. Kebanyakan penangan dari hipospadia adalah dengan pembedahan.
Pembedahan ini dilakukan dengan membuat lubang kencing pada ujung penis dan
melakukan sirkumsisi pada saat itu juga. Tujuan utama dari penatalaksanaan
bedah hipospadia adalah merekomendasikan penis menjadi lurus dengan eatus
uretra di tempat yang normal atau dekat dengan normal sehingga arah aliran urin
ke depan dan dapat melakukan koitus dengan normal. Operasi harus dilakukan
sejak dini dan sebelum operasi dilakukan, bayi atau anak tidak boleh sirkumsisi
karena kulit depan penis digunakan untuk pembedahan nanti. Penanganan yang
tepat dapat dilihat pada aliran urin, yaitu anak dapat berkemih saat
berdiri.Selain itu, penanganan yang tepat jika anak bebas dari nyeri ketika
penis ereksi. Berikut adalah tahap pembedahan yang dilakukan pada hipospadia:
1. Tahap 1
Pembedahan
tahap pertama mencakup pembuangan jaringan ikat (chordee release), pembuatan lubang kencing pada ujung kepala penis
sesuai dengan bentuk anatomi yang baik dan membuat saluran kencing baru (tunneling) di dalam kepala penis yang
dindingnya dibentuk dari kulit tudung (preputium)
kepala penis. Operasi tahap pertama ini menentukan hasil akhir operasi
hipospadia secara keseluruhan; operasi tahap pertama yang baik akan
menghasilkan bentuk estetik penis yang anatomis – penis lurus dan lubang
kencing tepat di ujung kepala penis dan bebas dai risiko striktura.
2. Tahap 2
Pembedahan
tahap kedua dilakukan setelah proses penyembuhan pembedahan tahap pertama
tuntas, paling dini 6 bulan setelah pembedahan pertama. Pembedahan tahap kedua
membentuk saluran kencing baru (urethroplasty)
di batang penis yang menghubungkan lubang kencing abnormal, saluran kencing di
dalam kepala penis, dan lubang kencing baru di ujung penis. Jika teknik
pembedahan dilakukan dengan baik maka risiko komplikasi kebocoran saluran
kencing dapat diminimalkan.
b. Penatalaksanaan
Keperawatan
1. Informasikan
orang tua bahwa pengenalan lebih dini adalah penting sehingga sirkumsisi dapat
di hindari; kulit prepusium digunakan untuk bedah perbaikan.
2. Beri
kesempatan orang tua untuk mengungkapkan perasaannya tentang masalah struktural
anak.
3. Persiapkan
orang tua dan anak untuk menjalani prosedur bedah yang diinginkan. Perbaikan
dengan pembedahan dilakukan untuk memperbaiki kemampuan anak berdiri selama
berkemih, untuk memperbaiki bentuk penis, dan untuk memelihara keadekuatan
seksual. Hal ini biasanya dilakukan antara usia 6 dan 12 tahun dengan satu atau
dua tahap perbaikan.
4. Jelaskan
hasil bedah kosmetik yang diharapkan; orang tua dan anak dapat merasa sangat
kecewa dengan kecacatan fisik ini.
5. Pantau
asupan dan haluaran cairan dan pola urine, anjurkan banyak minum, pertahankan
kepatenan, dan awasi tindakan pencegahan infeksi jika anak dikateterisasi.
6. Persiapkan
orang tua dan anak untuk pengalihan urine, jika perlu, sementara meatus baru
dibuat.
7.
Ajarkan orang tua bagaimana
merawat kateter menetap, jika perlu. (Muscari, 2005)
2.8 Komplikasi
Komplikasi
dari hipospadia antara lain :
1. Dapat
terjadi disfungsi ejakulasi pada pria dewasa. Apabila chordeenya parah, maka
penetrasi selama berhubungan intim tidak dapat dilakukan (Corwin, 2009)
2. Pseudohermatroditisme
(keadaan yang ditandai dengan alat-alat kelamin dalam jenis kelamin tetapi
dengan satu beberapa ciri seksual tertentu) (Ramali, Ahmad & K. St.
Pamoentjak, 2005)
3. Psikis
(malu) karena perubahan posisi BAK
4. Kesukaran
saat berhubungan saat, bila tidak segera dioperasi saat dewasa
5. Infertility
karena bentuk penis yang bengkok menyebabkan penis susah masuk kedalam vagina saat
copulas, cairan semen yang disemprotkan melalui saluran uretra pada tempat
abnormal.
6. Resiko
hernia inguinal karena riwayat hipospadia dapat meningkatkan resiko terjdinya
hernia inguinal.
7. Gangguan
psikososial pada anak karena merasa malu akibat bentuk penis yang berbeda
dengan teman-temannya. (Suriadi, 2001)
Komplikasi pascaoperasi yang
terjadi :
1. Edema /
pembengkakan yang terjadi akibat reaksi jaringan yang besarnya dapat
bervariasi, juga terbentuknya hematom/ kumpulan darah di bawah kulit, yang
biasanya dicegah dengan balutan ditekan selama 2 sampai 3 hari pascaoperasi
2. Striktur,
pada proksimal anastomis yang kemungkinan disebabkan oleh angulasi dari
anastomis
3. Rambut
dalam uretra, yang dapat mengakibatkan infeksi saluran kencing berulang atau
pembentukan batu saat pubertas
4. Fistula
uretrokutan, merupakan komplikasi yang sering dan digunakan sebagai parameter
untuk menilai keberhasilan operasi. Pada prosedur satu tahap saat ini angka
kejadian yang dapat diterima adalah 5-10%
5. Residual
chordee /rekuren chrodee, akibat dari chordee yang tidak sempurna, dimana tidak
melakukan ereksi artifisial saat operasi atau pembentukan scar yang berlebihan
di ventral penis walaupun sangat jarangDivertikulum (kantung abnormal yang
menonjol ke luar dari saluran atau alat berongga) (Ramali, Ahmad & K. St.
Pamoentjak, 2005), terjadi pada pembentukan neouretra yang terlalu lebar atau
adanya stenosis meatal yang mengakibatkan dilatasi yang dilanjut.
2.9 Prognosis
Prognosis
hispospadia dan epispadia
tergantung pada berat ringannya kasus dan keberhasilan
pembedahan. Kesuksesan bedah rekontruksi untuk kasus sedang dan berat terus
meningkat. Perawatan post operasi juga
merupakan faktor penting
yang mempengaruhi prognosisnya.(Arif,
2000)
Prognosis lebih baik jika perbaikan hipospadia
sebelum usia sekolah ( 2 tahun) (Emil, 2008). Terdapat predisposisi genetic
non-Mandeli pada hipospadia. Jika salah satu saudara kandung mengalami
hipospadia, resiko kejadian berulang pada keluarga tersebut adalah 12%. Jika bapak dan anak
laki-lakuinya menderita, maka resiko untuk anak lak-laki berikutnya adalah 25%.
2.10
WOC
Hipospadia/Epispadia
DAFTAR PUSTAKA
|
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Asuhan
Keperawatan Teori
A. Pengkajian
A. Anamnesis
1.Kaji identitas pasien
Identitas pasien, terdiri dari nama, alamat, tempat tanggal
lahir, tanggal masuk rumah sakit, data obyektif/data subyektif, dan informasi
lain yang penting tentang pasien.Secara keseluruhan kelainan hipospadia ditemukan
dan terjadi pada anak laki-laki.
2.Kaji riwayat masa lalu
Pada masa kehamilan minggu ke 10 sampai ke 14 terjadi
hambatan penutupan uretra penis yang mengakibatkan orifium uretra
tertinggal disuatu tempat dibagian ventral penis antara skrotum dan glands
penis.
3.Kaji
riwayat pengobatan ibu waktu hamil
Penggunaan
dietilbestrol (DES) antara minggu kedelapan dan enam belas kehamilan
sebagai pengobatan untuk mencegah terjadinya abortus spontan menjadi resiko
terjadinya hipospadia pada anak.
4.Kaji
keluhan utama
Keluhan
yang sering terjadi pada anak dengan hipospadia antara lain:anak tidak bisa
mengarahkan aliran urinnya, anak tidak dapat berkemih dengan posisi berdiri
(terjadi pada anak dengan hipospadia penoskrotalatau perineal), meatus uretra
terbuka lebar.
5.Pengkajian
setelah pembedahan : pembengkakan penis, perdarahan, dysuria, drinage.
6.Mental
a. Sikap pasien sewaktu diperiksa
b. Sikap pasien dengan adanya rencana pembedahan
c. Tingkat kecemasan
d. Tingkat pengetahuan keluarga dan pasien
B. Pemeriksaan
Fisik
1.Pemeriksaan genetalia
Saat dilakukan inspeksi bentuk penis lebih datar dan ada
lekukan yang dangkal dibagian bawah penis yang menyerupai meatus uretra
eksternus, pada kebanyakan penderita penis melengkung ke bawah(chordee) yang
tampak jelas pada saat ereksi, preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah
penis tetapi menumpuk dibagian punggung penis,testis tidak turun ke kantong
skrotum. Letak meatus uretra berada sebelah
ventral penis dan sebelah proximal ujung penis.
2.Palpasi
abdomen untuk melihat distensi vesika urinaria atau pembesaran pada
ginjal, karena kebanyakan penderita hipospadia sering disertai dengan kelainan
pada ginjal.
3.Perhatikan
kekuatan dan kelancaran aliran urin
Pada
hipospadia aliran urin dapat membelok kearah bawah atau menyebar dan mengalir
kembali sepanjang batang penis. Anak dengan hipospadia penoskrotal atau
perineal berkemih dalam posisi duduk. Pada hipospadia glanduler atau koronal
anak mampu untuk berkemih dengan berdiri, dengan sedikit mengangkat penis ke
atas.
C. Pemeriksaan Penunjang
1.Uretroscopy dan cystoscopy
Pemeriksaan uretroscopy dan cystoscopy dilakukan untuk
memastikan organ-organ seks interna terbentuk secara normal.
2.Excretory urography
Excretory urography dilakukan untuk mendeteksi ada tidaknya
abnormalitas congenital pada ginjal dan ureter.
3.Pemeriksaan penunjang lain yang
cukup berguna meskipun jarang dilakukan adalah pemeriksaan radiologis urografi
(IVP,sistouretrografi) untuk menilai gambaran saluran kemih secara keseluruhan
dengan bantuan kontras. Pemeriksaan ini biasanya baru dilakukan bila penderita
mengeluh sulit berkemih. Selain itu juga dilakukan pemeriksaan USG untuk
mengetahui keadaan ginjal,mengingat hipospadi sering disertai dengan kelainan
pada ginjal.
B. Diagnosa
Keperawatan
1.
Pre-op
a.
Resiko kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan pancaran urin yang merembes
b.
Kecemasan orang tua berhubungan
dengan prosedur pembedahan
2.
Post – op
a.
Nyeri berhubungan dengan kerusakan
jaringan pascabedah
b.
Resiko infeksi berhubungan dengan
pertahanan tubuh primer tidak adekuat (integritas kulit tidak utuh/insisi
bedah)
C. Intervensi Keperawatan
1.
Pre – op
Diagnosa
|
Tujuan dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Resiko
kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
pancaran urin yang merembes
|
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam pasien tidak
memperlihatkan tanda atau gejala kerusakan kulit
Kriteria
Hasil :
-
Pasien tidak
menunjukkan adanya kemerahan, iritasi dan kelemahan otot.
-
Pasien menunjukkan integritas
kulit yang baik, yang dibuktikan dengan tidak adanya lecet, warna kulit
normal.
-
Pasien dapat
mendemonstrasikan aktivitas perawatan kulit rutin yang efektif
|
-
Kaji kulit anak untuk
melihat bukti iritasi dan kerusakan seperti kemerahan, edema, dan abrasi
setiap 4 – 8 jam.
-
Lakukan perawatan
kulit yang tepat, termasuk mandi harian dengan menggunakan sabun pelembab,
masase, pengubahan posisi dan penggantian linen serta pakaian kotor.
-
Anjurkan untuk segera mengganti
celana bila basah
-
Jelaskan mengenai pentingnya
menjaga kebersihan area perineal dan ajarkan cara membersihkannya
-
Anjurkan anak untuk membersihkan
area perineal dengan air hangat setelah BAB dan dikeringkan dengan handuk
-
Ajarkan pada klien dan keluarga
mengeni tanda-tanda klinis kerusakan integritas kulit
|
Kecemasan
orang tua berhubungan dengan prosedur pembedahan
|
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam kecemasan orang tua menjadi
berkurang.
Kriteria
Hasil :
-
Orang tua mengalami penurunan rasa cemas yang ditandai oleh ungkapan
pemahaman tentang prosedur bedah
|
-
Jelaskan pada anak dan orang tua tentang prosedur bedah dan perawatan
pasca operasi yang diharapkan.
-
Evaluasi tingkat pemahaman keluarga tentang penyakit
-
Akui masalah pasien dan dorong mengekspresikan masalah dan
berikan kesempatan untuk bertanya dan jawab dengan jujur
-
Libatkan pasien dan keluarga dalam perencanaan keperawatan
dan berikan kenyamanan fisik pasien.
|
Diagnosa
|
Tujuan dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh
primer tidak adekuat (integritas kulit tidak utuh/insisi bedah)
|
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
tidak terjadi infeksi
Kriteria Hasil :
-
Tidak ada tanda-tanda infeksi
seperti (rubor, tumor, kalor, dolor, fungiolesa)
|
-
Kaji lebar luka, letak luka
-
Kaji faktor yang dapat menyebabkan
infeksi
-
Bersihkan lingkungan dengan benar
-
Ganti balut setiap hari
-
Kolaborasi untuk pemberian
antibiotik dan anti pendarahan
|
Nyeri berhubungan dengan kerusakan
jaringan pascabedah
|
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam terdapat penurunan respon
nyeri
Kriteria Hasil :
-
Pasien menyatakan
penurunan rasa nyeri, skala nyeri 0 -1 ( 0 – 4 )
-
Didapatkan TTV dalam
batas normal
-
Memperihatkan
peningkatan rasa nyaman ditandai dengan ekpresi wajah rileks / tenang / tidak
menangis pada anak – anak
|
-
Kaji nyeri dengan
pendekatan PQRST
-
Monitoring tanda –
tanda vital pasien
-
Lakukan manajemen
nyeri keperawatan :
-
Atur posisi
fisiologis
-
Istirahatkan pasien
-
Manajemen lingkungan
: berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung
-
Ajarkan teknik
relaksasi pernapasan dalam
-
Ajarkan teknik
distraksi pada saat nyeri
-
Lakukan manajemen
sentuhan
-
Kolaborasi dengan
dokter untuk pemberian analgesic
|
D.
Evaluasi
1.
Pre-op
a. Tidak
terdapat gejala kerusakan kulit
b. Rasa
cemas menurun yang ditandai dengan pengungkapan perasaan mereka tentang adanya
kecacatan pada genetalia anak
2.
Post-op
a. Nyeri
berkurang
b. Pasien
tidak mengalami infeksi
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, E. J. (2009). Buku Saku : Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Doengoes, Marilyn E.
2002. Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk perencanaan
dan pendokumentasian perawatan pasien.
Jakarta:EGC.
Emil A. Tanagho, MD. 2008. Smith’s General Urology edisi 17. a LANGE medical book
Hidayat, Aziz, dkk.
2005. Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif, dkk.
(2000). Kapita Selekta Kedokteran.
Jilid 2, Jakarta : Media Aesculapius.
Muscari, Mary E. 2005. Panduan belajar keperawatan pediatric edisi 3. Jakarta: EGC
Purnomo, Basuki B. 2011. Dasar-Dasar Urologi. Jakarta: Sagung Seto
Ramali, Ahmad & K. St. Pamoentjak.
(2005). Kamus Kedokteran. Jakarta:
Djambatan.
Suriadi dan Yuliani,Rita.(2001).Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi 1.
Jakarta : PT Fajar Interpretama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar